KUMPULAN PUISI

2024-05-30, 151 | 14:32



PUPUS

Pukul dua puluh dua titik nol nol kedai samping tegal
Hingar-bingar teriakan orang-orang hilang akal
Hanyut dalam suasana malam tanpa bintang
Menghapus duka lara yang semakin mengental
Sedangkan secangkir kopi menyaksikan dalam diam
Ada getaran untuk mengingatkan bahwa ia beranjak dingin
Namun apa daya, ia hanya penawar keruh sementara ini
Sebatang rokok di sela-sela kerinduan pun terdiam menunggu
Perlahan namun pasti, ia beranjak mati
Berdua hanya berpaling mata, menadaburkan kekalutan 
Menjadi saksi sisa-sisa runyam malam
Menjadi saksi jiwa-jiwa yang mendendam
Apakah ini pertanda
Tentang pupusnya rindu bulan pada bintang

20 November 2017


KAMPUNG HALAMAN

Lelah hanyut pada gemerlap dunia 
Menghadirkan rindu pada kampung halaman
Tempat dimana luka dan duka melebur menjadi debu
Terbang terbawa angin, lalu hilang

Oh kampung halaman 
Mampukah aku memelukmu lagi ? 
Mampukah aku melewati terjal jalanan ini ? 
Ataukah engkau mau menerimaku lagi ? 
Yang telah tersasar melewati batas tepi jalanmu, melupakanmu, dan hanyut terbawa gemerlap indah fana duniaku.

Kampung halaman
Hanya kepadamulah aku kembali 
Menghempaskan segala rasa keruh kelamnya dunia dimana aku tinggal kini
Tidur dalam pangkuanmu 
Menanti esok hari saat matahari mulai tersenyum mesra lagi.

16 November 2017


GERSANG DIMUSIM PENGHUJAN

Aku tahu
Kau merindukan tanah
Dimana daun tumbuh dan gugur
Atas dirimu yang jatuh

Namun kali ini
Kau beri harapan palsu
Pada tanah yang sudah menunggu 
Pada pohon yang tengah termangu
Juga daun yang bernyanyi sendu

Sedih merayapi setiap jiwa para pengharap
Kau yang dinanti datang dengan ia yang tak diharap
Membuat mereka enggan untuk bertatatap
Tak sudi mereka untuk menghadap

Caci maki mereka bisu
Jiwa mereka hancur
Raga mereka membatu
Ingin mereka satu
Namun kau beri harapan palsu 
Dengan ia yang tak perlu

17 November 2017


Ah, aku lelah
Aku lelah denganmu
Aku lelah dengannya 
Aku lelah dengan mereka 
Aku lelah dengan diriku sendiri
Aku lelah 

Aku ingin kembali 
Kembali ke tempat asalku 
Kembali ke pangkuanmu
Kembali ke sisinya
Aku ingin

Namun ku sadari
Dalam berlari tidak hanya menggerakkan otot kaki
Dalam membaca tidak hanya melihat dan mengucap
Dalam hidup tidak hanya meniti benang takdir

Ah aku lupa 
Tentang mengapa matahari terbit 
Tentang mengapa air mengalir 
Juga tentang mengapa aku ada
Sial !!! Terkutuklah aku karna goda


Hujan
Banyak sajak indah tercipta karenamu
Banyak dari mereka berisi tentang cinta
Tidak sedikit juga tentang lara atau duka
Apa yang telah kau perbuat puan ? 
Kau gunakan ajian macam apa ?
Hingga para tumbuhan itu bernyanyi
Ada apa gerangan ? 
Apa yang telah kau lakukan ? 
Pada hati para pujangga 
Yang menatap penuh harap


Pohon Kenangan

Detik demi detik setiap insan bejalan
Senti demi senti jalan terlewat sudah
Menyusuri lorong sempit kehidupan 
Dimana harta karun penuh emas ada diujung jalan
Menanti untuk bersua dengan tuan pula puan
Meskipun begitu, ada rasa enggan mengikuti dalam kelam 
Ia kalut serta takut meninggalkan rumah
Yang selama ini ia huni untuk tumbuh dan berkembang
Banyak pula harta benda yang ia tinggal yang tak tega ia buang


Lihatlah akuarium disana, kataku.
Ikan berwarna-warni berlarian dan menari riang, asik mengadu cinta.
Diatasnya gemericik air turun dari surga
Memberikan oksigen kehidupan serta menambah indahnya lamunan sendu
Tak hanya itu, Lumut tumbuh subur disetiap sudutnya, bergoyang pasrah ke segala arah mengikuti kemana arah arus membawanya, ini hanyalah sebuah analogi saat memandangmu, menatapmu dari jauh
Hanya sebuah klise percintaan 


Langkahmu pagi itu menghipnotisku
Seolah memanggil agar ku berjalan di sisimu, mengiringi kemana pun langkah kaki berjalan agar selalu bersama dalam kehampaan 
Intuisi setiap manusia pasti berhubungan, meski dalam hati kau berteriak memanggil sekalipun aku tahu namun aku pura-pura tak acuh

Luarmu tampak tenang
Diam bukan tak bersuara  
Bening tembus hingga ke dalam
Memperlihatkan indah esensimu
Indah dunia imajimu 

Ledakan demi ledakan menyusul tiap harinya
Dimana ketika kau menampakkan ke-estetikaan akan duniamu
Cahaya dari pancaraan itu menarikku kedalam lubang kegelapan 
Kedalam labirin teka-teki suara lirihmu
Ada waktu dimana kutermenung 
Berharap 
Berkhayal 
Ketika kubisa berdampingan bersamamu
Saling bergandengan memunculkan rantai yang saling terhubung satu sama lain
Mendukung satu sama lain
Memjadi motivasi bagi sepasang merpati untuk tetap terbang menggapai angkasa

Hanya saja, semua itu hanya khayalan belaka tanpa bisa dinyata
Kau sibuk dengan dunia imajimu sembari memasang penghalang ilahi
Membatasi setiap ikatan yang tak penting
Seolah tak pernah ada rasa ingin tuk memiliki maupun dimiliki untuk saat ini
Namun yang kutahu, kau berharap pasti 
Tetapi dalam ikatan sampai mati


Angan dan Harapan

Dalam pelukan dingin hujan 
Kepulan asap diatas kepala membawa harapan setiap nurani manusia
Jiwa-jiwa yang terpuruk seolah melayang
Mengikat kenangan serta bayang
Sedangkan cairan hitam berampas kasar 
Teraduk sempurna bersatu dengan manisnya harapan baru 
Untuk bisa melewati hidup yang penuh sendu 

Lamunan demi lamunan menghasilkan bayang-bayang imaji kefanaan 
Bualan demi bualan terlontar syahdu dalam angan
Rantai yang membelenggu pikiran sedikit demi sedikit melonggar
Bersiap melepaskan jiwa dan raga yang terguncang

Sedari tadi, selama asap-asap masih bergumul dengan angin malam
Aku tak pernah tahu kapan akan hilang
Kapan rasa itu akan sirna 
Atas segala kenangan yang telah terpahat diatas batu, diatas jantung
Sedangkan waktu terus berjalan dalam semu
Menanti terkstraknya rindu untuk memleburkan rasa menjadi debu

Aku sudah lelah dengan permainan dadumu
Membolak-balikkan titik hitam diatas putih 
Berharap jiwa ini segera pulih 
Dari segala harapan palsu yang telah membenih

28 November 2017


Dalam hening kehampaan dan gelap dunia
Perlahan lahan ular memangsa tikus itu
Tak berdaya ia memberontak
Namun apa daya tubuh mungilnya melawan
Malah semakin dalam ia dicerna  
Senti demi senti tak ia rasakan
Terbawa dengan lembut oleh dorongan otot-otot perut hewan buas
Meski berjalan lurus, namun apa yang ia harapkan ?
Sedang dihadapannya hanya ada lorong gelap nan sempit
Berharap dapat keluar oleh petunjuk cahaya
Yang mampu menerangi semesta 
Ia pasrah, terhempas dan tewas
Pupus sudah harapannya untuk bebas 
Bukan bebas, tapi menemukan jalan keluar dari dalam perut lembab nan gelap sang ular 

28 November 2017


Puan, sadarkah kau bahwa raja iblis sudah turun ke bumi ? 
Bermaksut untuk merobek luka yang telah sembuh
Merusak sistem kerja hati para manusia 
Menggerogoti segala rasa yang telah lama kau bangun

Puan, tegarlah, tabahlah, dan lawanlah jika kau mampu
Namun jika kau tak sanggup, sandarkan rasa itu pada sang pemilik rasa, pemilik cinta
Hanya dia yang mau mendengarkan curahan rasa kecewamu
Hanya dia pula yang mampu melawan raja iblis itu

Puan, apa yang akan kau lakukan kelak ? 
Ketika raja iblis sudah mati, lebur dalam cahaya pembenyembuh luka

Puan, jangan biarkan traumamu menjadi dinding penghalang jalanmu
Jangan biarkan ia berlarut dalam ragamu
Biarkan ia pergi mengikuti arus waktu dan menjadi angin lalu

Puan, jika sudah waktunya, suatu saat aku berharap kita bisa bersua dalam suka


Selepas hujan dingin menyambar
Kopi kian dingin kian hambar
Ada rasa atas suka yang tak tergambar
Juga rindu yang semakin menjalar 
Ingin bersapa “apa kabar ?”
Namun selamanya rindu tak pernah terkejar 


Saat aku memakiku, menghinaku atau mengutukku, maka saat itu aku sudah benar-benar sangat hina. Aku hina bukan karena aku tidak menghargaiku, bukan karena aku tidak menerimaku, bukan juga sebab aku mengutukku, tetapi karena aku sudah menghina tuhanku.