Sudah sangat jelas, dalam keterangan apapun dan ajaran agama mana pun, dijelaskan bahwa menyebarkan aib diri sendiri merupakan sebuah hal yang harus dihindari. Baik secara lisan maupun tindakan. Apalagi dalam tindakan, ini hal yang sangat harus dihindari.

Namun aku memiliki sudut pandang yang berbeda. Karena diri ini sulit untuk melakukan perintah atau saran. Maka, terkadang aku memilih untuk sedikit (dengan rekayasa sedemikian rupa) menceritakan aib atau kesalahan ku untuk mendapatkan respon marah atau makian dengan harapan makian tersebut terkandung petunjuk atau arahan yang dapat membangun atau menyadarkan ku.

Nah, masalahnya, cara ini ibarat pedang bermata dua, sangat sembrono. Akan sangat bersyukur jika aku mendapatkan respon yang mampu menyadarkan. Namun jika tidak, maka antara aku akan semakin terpuruk atau malah membenci yang merespon. Jadi menurut ku, hal ini hanya bisa dilakukan dalam kondisi tertentu seperti aib (kesalahan) dengan tingkah rendah atau remeh. Bukan untuk hal-hal yang dapat merusak harga diri. Selain itu, hanya bisa diceritakan kepada orang-orang “terdekat” saja, karena akan sangat berbahaya jika diceritakan kepada sembarang orang. Bukannya dapat inspirasi atau masukan, tapi malah menjadi bahan gibahan di tongkrongan.

/--- to write: Cerita tentang menilai orang dari respon aib yang ku ceritakan. Antara akademisi & pendidikan rendah. Bahkan Celoteh pun work in progress 🤣 ---/