Si Komentator Musik

Bagian dari cerita: 2024-05-31, Jumat


Prolog

Suatu hari ketika sedang main ke kos temen-temen. Gabut – karena yang lain pada sibuk push rank, ku putar playlist favoritku dengan musik-musik ber-genre metalcore, seperti To The Hellfire dari Lorna Shore, beberapa lagu dari BMTH, hingga Disembodied Tyrant, dan juga lain sebagainya.

Tak lama kemudian, datanglah seorang teman lainnya yang beda kamar. Dia datang karena mungkin mendengar keramaian para rank pusher. Terlihat seperti baru bangun tidur, yang terbukti dari mata bengkak dan rambut singanya, sedikit ada sisa liur di ujung bibirnya hingga ke dagu.

Setelah menyapa ku dan berbasa-basi, dia berkata,

“Lho, sampean malah nyetel musik setan, musik depresi. Ganti lah mas”.

Karena mendengar musik keras yang ku putar, mungkin dia agak terganggu.

Ya ku jawab, “Musik setan darimana? Kata siapa?”.

“Lho, banyak kejadian bunuh diri itu pelakunya para pendengar musik metal mas”, katanya.

Untuk menghindari terjadinya debat kusir. Ku ganti dengan playlist yang baru ku temukan yakni Fallout Radio. Daftar putar ini dikurasi atas musik-musik yang mengiringi setiap episode series Fallout. Terdiri dari musik-musik lawas Amerika, dengan berbagai genre – Jazz, Country, Ballad, dsb. – dari beberapa musisi terkenal seperti Frank Sinatra, The Ink Spots, Nat King Cole, dan lainnya.

Jujur, beberapa lagu dalam playlist ini mampu membawaku ke semesta yang baru, asing, yang menyenangkan.

Tapi respon selanjutnya,
“Malah lagu horor”

Lah karepmu opo seh ndes?

Karena jengkel. Ku putar saja playlist metal di atas. Bodo amat sama komentarnya. Tuan rumah pun tak protes akan apa yang ku putar. Meskipun mungkin akan dituduh satanis oleh penduduk lainnya.

Mencoba Akademis

Kalau berbicara tentang studi empiris. Menurut penelitian Sharman dan Dingle (2015) mengemukakan bahwa, penggemar musik ekstrem mendengarkan musik saat marah untuk menandingi kemarahan mereka, dan untuk merasa lebih aktif dan terinspirasi. Mereka juga mendengarkan musik untuk mengatasi kesedihan dan meningkatkan emosi positif1.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Gowensmith dan Bloom (1997) yang menemukan bahwa musik heavy metal sangat menggairahkan baik bagi penggemar maupun bukan penggemar, namun tidak menyebabkan peningkatan kemarahan subjektif pada penggemar.

Jadi, mendengarkan musik, terutama genre yang disukai pendengar dalam kondisi mental apapun itu bukan berarti untuk meningkatkan kemarahan, atau hal-hal negatif lainnya. Tetapi mendengar musik ekstrim — khususnya bagi para penggemar dapat menjadi obat atau mengembalikan mood ke arah yang positif. Layaknya lagu sedih yang diputar untuk sebentar saja merenungkan kesedihannya, tenggelam di dalamnya, yang nantinya berharap untuk bangkit kembali dari kesedihannya2.

Jadi, Apa Mau Mu?

Saat ku putar Lorna Shore kau bilang musik setan. Sedangkan ketika ku putar The Ink Spots kau bilang musik hantu.
Mau mu apa?

Di luar musik metal yang identik dengan depresi dan satanis. Penggunaan musik dalam suatu hal mampu merubah persepsi pendengar. Padahal mau musik aliran apapun itu, atau bahkan digunakan sebagai soundtrack suatu film horor sekalipun pasti memiliki makna tersendiri, yang tidak diwakili oleh film itu. Karena dalam film, musik hanyalah sebagai bumbu – pendukung nuansa, pembangun suasana.
Itu yang ku percaya.

Penutup

Aku orang yang jarang berkomentar tentang suatu aliran musik, kecuali untuk musik koplo yang lagunya terdapat lirik yang saru atau vulgar. Menjijikan untuk didengar. Apalagi diputar dalam acara tertentu seperti ketika acara pernikahan.
Nggilani ndes!

Footnotes

  1. Kesimpulan Penelitian - Extreme Metal Music and Anger Processing

  2. Musik apapun juga, selama orangnya suka, kemungkinan besar akan meningkatkan mood para pendengarnya